Selasa, 13 Maret 2012

LEONITA DWIYAN ERAWATI GUNAWAN

HATI BERBUNGA-BUNGA 
BERADA DALAM DUA DUNIA

Tatkala berjumpa dengan Leonita Dwiyan Erawati Gunawan, Ekspresi sempat menduga ia seorang modeling. Namun dugaan tersebut ternyata meleset. Sebab, setelah dikorek lagi, gadis yang memiliki tinggi 170 cm dan berat badan 54 kg itu sesungguhnya adalah, mantan paskibraka putri Kabupaten Jembrana tahun 2009. Sementara pengalaman sebagai modeling nyaris tak pernah ia kecap.

Kendati demikian, Leonita mengaku tak pernah menepis argumen dari siapa pun terhadap dirinya pada pandangan pertama. Yang terpenting bagi pelajar kelas XII IPS 2 SMA Ngurah Rai ini adalah tetap mampu menunjukkan jati diri dengan kepribadian yang luhur. “Ramah tamah, sopan dan santun, serta murah senyum. Rasanya begitu saja sudah cukup untuk mengawali perjumpaan. Kalau disangka modeling, ya syukuri. Kalau disangka yang jelek-jelek, wuah alangkah baiknya tak usah ditangggapi berlebihan ya,”ujar dara kelahiran Negara, 14 Agustus 1994 di senja yang basah oleh hujan dengan senyuman yang menggoda.

Lembabnya kota Negara saat itu tak jua melunturkan aura cantik putri kedua dari sejoli I Kade Indragunawan dan Ni Putu Dian Eka Erawati. Keanggunan, keindahan matanya, serta senyumnya pun meyakinkan bahwa ia juga seorang penari berbakat. Terbukti ia pernah tampil membawakan tari kreasi baru dalam PKB ( Pesta Kesenian Bali) XXVII tahun 2005. Selain tari kreasi kreasi, ia juga menguasai tari Sekar Jagat, Tari Rejang, Tari Cendrawasih, dan tari Bali lainnya.

“Terjun dalam dunia tari dan paskibraka itu sama-sama menantang. Selama mencoba mengeksplor diri dalam dua dunia itu, saya telah mendapat kesempatan berjabat tangan dengan para pejabat atau pemimpin daerah Jembrana dalam beberapa acara istimewa. Padahal tak pernah saya mimpikan sebelumnya.  Jadi, tak ada hal yang sia-sia. Bakat seni tari tersalurkan dan pengalaman baru selama paskibraka pun membuat hati saya berbunga-bunga,”kenang alumni SMPN 3 Negara sembari tersenyum simpul untuk kesekian kalinya. Emagz / Yuli Astari


RATNA DWIJAYANTI

BANGGA SAMBUT MENTERI 
 
Ratna Dwijayanti merasakan hidupnya penuh hoki. Dari berbagai kegiatan yang dilakukannya semua menunjukkan prestasi bagus. Diakuinya keberhasilan yang ia raih saat ini berkat usaha dan doa. Ia tak mau takabur atau besar kepala dengan raihan yang telah dicapai. Namun ia rasakan kompetisi ke depan baik dalam karier dan kehidupan masih membentang. Keberhasilan saat ini hanyalah pengingat untuk senantiasa berbuat maksimal dalam setiap kesempatan.

Pemilik nama Ni Made Ratna Dwijayanti ini, terakhir sangat beruntung terpilih sebagai Putri Jembrana tahun 2010 lalu. Dia yang menjadi putri Jembrana berkesempatan menjadi ratu untuk menyambut kedatangan Menteri Pariwisata Jero Wacik saat Parade Budaya Nusantara serangkaian HUT Kota Negara, Bali. Penampilannnya kala itu penuh pesona, mengundang ribuan mata untuk menatapnya lekat-lekat. Gadis asal Sangkaragung ini mengenakan pepayasan agung ciri khas pengantin adat Bali. Dia berdiri di atas sebuah wahana berwujud lambang kehormatan Kota Negara yang diarak sepanjang jalan di Kawasan Kantor Bupati Jembrana. Ratna laiknya sang putri benar-benar menakjubkan. 

Selain menyandang Putri Jembrana, alumnus SMKN 1 Negara pun dinobatkan sebagai wanita karir dari salah satu majalah fashion bergengsi.Sekaligus pula , ia dilibatkan sebagai salah satu model pemotretan di majalah tersebut belakangan ini.´Aku diberikan penghargaan tersebut secara tiba-tiba saja dari manajer majalah itu dalam rangka peringatan Hari Kartini beberapa bulan lalu. Dan itu cukup mengagetkan buatku. Aku memang ikut serta dalam ajang di segala bidangseeperti nari, lah raga dan fashion saat itu. Mungkin dilihat dari situ kali ya hingga aku mendapat penghargaan sebagai wanita karir,” terang peraih juara pertama olah raga sepak takraw pada ajang Porda 2007 dan juara pertama fashion show bertema fantastis Kreatif ini. Namun dari semua itu, Putri pasangan Ni Ketut Meni Antari dan I Ketut Suana ini mengaku sangat berkesan ketika mendapat kesempatan menyambut kedatangan sang menteri. Emagz / Yuli Astari


INGGI INDRAYANA KENDRAN

MIMPI DUTA ANAK INDONESIA

I Nyoman Inggi Indrayana Kendran merasa bangga ketika dinobatkan sebagai Duta Anak Indonesia perwakilan Bali pada Juni 2011 lalu. Inggi yang memegang komisi pendidikan telah sukses menumbangkan 35 musuhnya yang terjaring dari sembilan kabupaten/kodya di Bali dan menduduki posisi 10 besar. Sayangnya, tatkala beradu di tingkat nasional dalam ajang yang diselenggarakan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) yang digelar di Bandung, rupanya nasib kurang beruntung harus diterima Inggi dengan lapang dada. Kendati demikian, spirit putra bungsu dari pasangan I Nyoman Kendra dan Ni Luh Putu Eka Yanti tetap terpacu untuk merealisasikan mimpi-mimpi sebagai duta anak Indonesia.

“Sebagai duta anak Indonesia, saya juga dihimbau untuk menghimpun sekaligus menyuarakan aspirasi anak terutama dalam bidang pendidikan lewat Forum Anak Daerah (FAD). Saya ingin sekali menghimpun anak-anak Jembrana untuk peduli terhadap anak-anak Jembrana. Belum lama ini, saya sudah mencoba mengajukan program ke lembaga pemberdayaan perempuan di Jembrana yang masih ada kaitannya dengan anak Indonesia, namun tak semudah yang saya bayangkan. Walaupun dikatakan belum ada dana, tapi saya tetap berusaha memperjuangkan jalan keluarnya agar program bisa jalan,”terang sekretais OSIS besutan SMAN 1 Negara yang berdomisili di Kelurahan Pendem, Jembrana, Bali ini.

Selain pintar dan kritis, Inggi juga memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Kreatif dalam bidang seni lukis terutama tentang kesenian dan budaya menghantarkannya menjadi sang jawara dalam Porseni 2011 di Jembrana. Ia juga aktif dalam beberapa organisasi baik di internal maupun eksternal sekolah. Dengan berorganisasilah, siswa peraih juara umum di SMPN 1 Negara mengaku semakin mendapatkan karakter diri sebagai kepribadian yang fleksibel dan sosialis .

“Ya, karena dengan berorganisasi juga tonggak awal saya di dalam memantapkan diri untuk mencoba menjajal ajang pemilihan Duta Anak Indonesia. Yah, walaupun pulang dengan tangan hampa, setidaknya saya punya pengalaman berharga di tingkat nasional,” ungkap lelaki berusia 17 tahun ini dengan senyum simpulnya yang menghiasi senja di taman Pecangakan kota Negara. Emagz / Yuli Astari

ANGGRAYNI EKA PUTRI TRESNA BUNGA


Foto : Koleksi Pribadi
JATUH HATI PADA MUSIK JAZZ 


Suatu ketika, Anggrayni Eka Putri Tresna Bunga digaet oleh penggiat seni musik, penyair, sekaligus budayawan asal Jembrana. Oleh Nanoq Da Kansas dalam penciptaan sebuah karya seni musik Jegog Jazz. Anggi pun menikmati pentas di Bentara Budaya Bali Ketewel tahun 2010 lalu. Dalam garapan olah musik tersebut, Anggi menjadi vokalisnya. Di panggung Bentara Budaya Bali, Jrgog Jazz tampil bak sebuah karya seni spektakuler.

 ‘Awalnya, saya  memang belum tahu seperti apa itu Jegog Jazz. Setelah mencobanya ternyata proses penggarapannya  cukup sulit. Menyanyi pun juga perlu latian super bahkan menghabiskan waktu hingga malam. Penuh tantangan, tapi asyik juga dan enjoy membawakan lagu berjudul Every breat you take, Aku Hanya di Sini, Pelangi Hitam Putih, Serasa, dan Senja di Batas Kota,” paparnya.

Alumnus SMP N 1 Negara juga mencatat beberapa prestasi dalam dunia olah vokal. Siswi yang tinggal di Desa Baluk ini mengaku sempat meraih juara harapan pertama vokal grup di tingkat Provinsi Bali. Dalam ajang Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) juga meraih juara harapan pertama bersama vokal grupnya pula. Dalam pekan apresiasi sastra dan teater (PAST) Jembrana 2011, grup musikalisasi Sola Gracia SMAN 1 Negara, Anggi yang menjadi vokalisnya meraih tiga besar vokalis se-Bali.

Apa yang diraup Anggi tidaklah terlepas dari doa, usaha, iman, dan takwa. Apalagi jika dilakukan seirama dengan hati. Maka tidak heran jika penyuka musik Jazz ini juga selalu merasakan kenyamanan dan ketenangan manakala ia menyanyi. Putri pasangan Adam Iskandar Bunga dan Meyke B. Budiman juga berharap melalui bakat seninya dapat mengharumkan namanya di kancah dunia kelak. Untuk itu, selagi bisa, fans berat Michael Jackson dan Agnez Monica ini tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk unjuk diri pada Pesta Kesenian Bali XXXIII sebagai penyanyi solo, duet, dan trio. Emagz / Yuli Astari

Senin, 12 Maret 2012

BHIRAWA ANORAGA

IKUTI JEJAK ORANG TUA 
Setiap insan pendidikan memiliki kesempatan untuk menempuh studi pada sekolah yang lokasinya berjenjang, mulai dari daerah lokal bahkan hingga ke luar kota. Namun kesempatan itu kiranya tinggallah mimpi apabila tanpa didukung penuh dengan kekuatan tekad. Tekad mengais ilmu di kota besar atau menjajal dunia luar tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Seperti yang dialami sebagian pelajar asal Jembrana, salah satu diantaranya adalah mahasiswa President University bernama Bhirawa Anoraga alias Aga. 

Akan tetapi, sebesar apapun ujian yang dihadapi di kota metropolitan nampaknya enjoy saja dibahu pemuda asal Banjar Tengah, Negara ini. Barangkali prestasi yang sempat dikantongi Aga juga mempengaruhi rasa percaya dirinya dalam misi meraih bintang, sehingga Aga tampak tetap rileks bersaing dengan jutaan pelajar sekelas di kota yang baru diselaminya. Kabarnya setelah nama Aga melejit di jajaran siswa berprestasi tingkat Provinsi Bali tahun 2006 yang merupakan duta dari SMP N 1 Negara, Jembrana, beberapa tahun silam, prestasinya justru semakin membumbung tatkala ia menjadi bagian dari keluarga besar SMAN 4 Denpasar. Mau tahu apa saja prestasi bergengsi yang pernah diraihnya? 

Pelajar yang memiliki IQ Superior ini ternyata meraih prestasi yang tak tanggung-tanggung. Setelah pernah mebarung dalam ajang perekrutan IJSO SMP tingkat international tahun 2006 yang diselenggarakan di Jakarta itu membuatnya harus bersyukur karena disedot lagi dalam misi pertukaran pelajar ke Singapura pada 2008 silam. Di samping itu, ia juga merupakan peraih juara 3 dalam kompetisi Matematika dan Statistika tingkat Propinsi Bali yang digelar di Universitas Udayana beberapa tahun silam. 

Lebih lanjut cerita soal masa depan remaja kelahiran 5 Mei 1992. Dulu, ia pernah bercita-cita menjadi seorang arsitek dan mencoba menguji kemampuannya dengan mengikut tes penerimaan mahasiswa di dua universitas yakni di Bandung dan Jakarta. Namun oleh karena ayahnya Ir. H. Setyo Irianto adalah seorang pengusaha tambak ikan Bandeng dan Udang di Pejarakan Buleleng, maka Aga memantapkan pilihannya untuk menjadi generasi penerus ayahnya. Itu terbukti saat ini ia tengah fokus pada studinya pada jurusan managemen di President University. Selain berjalan mulus, anak sulung dari Ir. Hj Dini Setiadini ini ternyata mendapat bonus berupa beasiswa dari kampusnya sehingga kuliahnya pun terasa lebih enteng. 

 “Syukur saya digratiskan dari biaya kuliah itu. Jadi tidak perlu cemas. Tinggal fokus pada studi aja dan tentu saja mulai belajar dan mencari wawasan tentang bagaimana caranya memanajemen perusahaan. Saya lebih banyak baca buku tentang bisnis sekarang karena tekad saya sudah bulat, saya akan meneruskan perusahaan ayah. Doakan saja ya,”kelakarnya. Emagz / Yuli Astari

LIBRIANTIKA OKTAVIANI GUNAWAN

BUKA LES TARI 
Tak habis-habisnya sosok-sosok yang anggun menghiasi dunia seni tari. Salah satunya seperti dara cantik bernama Libriantika Oktaviani Gunawan. Dalam dunia seni tari kiprah alumni Smansa Negara yang satu ini bukanlah sekadar isapan jempol semata. 

Sejenak bila kita cermati bersama, banyak penari berbakat dari almamaternya yang memiliki peluang besar, bahkan hingga diterbangkan ke Negeri Sakura. Kendati remaja yang akrab dipanggil Tika belum pernah mengekor dalam misi pertukaran seni budaya tersebut, namun lesatan perjuangan untuk mempertahankan jati diri sebagai pragina sejati urung redup. 

Tak banyak orang tahu, tepatnya setahun yang lalu sebelum tamat sekolah, Gek Tika sempat melahirkan ide kreatif yang jarang bisa dilakukan para penari remaja yang notabene masih duduk dibangku sekolah. Akan tetapi, dengan dukungan penuh dari orang tuanya, maka sebuah les tari yang diusung secara swadaya pun sempat dibuka penyandang juara tiga Tari Kreasi Baru ‘Gohra Darma Yudha’ pada Pesta Kesenian Bali ke XXV, di rumahnya di bilangan Jalan Yudistira, Banjar Tengah, Jembrana, Bali. 

“Buka les tari sejak aku kelas 3 SMA. Ngajar tari sendirian. Tekad ada atas kemauan sendiri dan restu orang tuaku pula. Aku buka les atas aspirasi para tetangga. Mereka kepengen banget kalau anak-anak mereka diajari menari, berhubung saat ini sekolah mendesak muridnya agar bisa nari dengan baik. Ketika dibuka, langsung dah dibuatin plang “les tari” di depan rumah itu. Dibelikan vcd pluss kaset juga. Sampai garage mobil bapak pun saya manfaatkan juga. Di antara 15 orang anak tetangga ada yang saya ajari tari Tamulilingan, Puspanjali, Cendrawasih dan Sekar Jagat. Tentu saja jenis tarian aku pilah berdasarkan usia dan kemampuan mereka. Aku seneng banget deh pokoknya, serasa jadi guru tari di sekolahan,”curhat peraih juara pertama tari Kidang Kencana tingkat Provinsi beberapa tahun silam ini, belum lama ini. 

Ia menambahkan bahwa kepuasan bathin yang didapat jauh lebih berarti dibandingkan hasil yang dikantongi remaja berusia 18 tahun ini selama ngajar tari secara swadaya. Ia yang sering melibatkan diri dalam event Budaya Nusantara di Bumi Makepung, mengaku dapat mengumpulkan Rp 3.000,00 per kepala dalam satu kali les. Ia juga merasa semakin terhibur bersama anak-anak yang gabung les. Mulai dari kalangan yang belum sekolah hingga yang sudah berstatus murid SMP. Tak hanya itu, nama Gek Tika pun merembet populer di lingkungan warga sekitarnya.

Sementara itu, Gek Tika menyadari bahwa hobi hanyalah sebagai pelengkap dari sebuah cita-cita. Kesadaran ini pulalah yang menghantarkan putri sulung Kade Indra Gunawan dan Putu Dian Eka Erawati melangkah untuk menggapai mimpi menjadi seorang hakim. Sayangnya, karena saat ini ia tengah fokus menjalani studi jurusan hukum di UNUD, maka kegiatan les pun terpaksa dijeda untuk sementara waktu.

“Sebenarnya berat hati harus absen lama ngajar tari. Sejak itu pula adik-adik yang ikut les tari justru tambah kangen belajar menari bareng lagi. Tapi karena aku lama tinggal di Denpasar, yah mau gimana lagi. Tapi, aku sudah bilang kok sama mereka kalau aku pulang ke Negara nanti dalam waktu yang cukup lama, aku selalu siap ngajar mereka menari lagi tanpa harus dibayar deh alias gratis,”kelakar gadis yang hobi nari sejak usia dini. Emagz / yuli astari

Jumat, 09 Maret 2012

WINDA YUDIARI

Biola, Tengkorak, dan Boneka Bangkitkan Rasa Percaya Diri “Hidup ini mengalir. Maka aku pun mengalir di dalamnya. Aku tidak suka cara berpikir yang rumit, tetapi yang alamiah saja.,” demikian Inda di sebuah sore dalam obrolan di dunia maya, di akun facebook. Dalam dunia nyata, kehadiran dara bernama lengkap Winda Yudiari ini barangkali bisa diibaratkan seperti angin di hamparan sawah. Terkadang lembut sekali, tetapi kadangkala terasa mendesir dan mampu meciptakan sederetan gelombang di pucuk-pucuk padi. “Sungguh menyenangkan rasanya membuat kehebohan-kehebohan kecil bersama teman-teman di sekolah. Hari-hari jadi terasa lebih berwarna,” tuturnya tentang keseharian yang dilakoninya di sekolah. Siang itu, berbaluk dress kuning, Winda sedang duduk bersama kedua orang tuanya. Wajahnya sedikit pucat karena beberapa hari terakhir terkena demam. Tetapi demam sungguh tidak mampu memudarkan senyum penyuka boneka, biola dan tengkorak ini. “Biola, tengkorak, dan boneka adalah benda-benda yang mampu membangkitkan rasa percaya diriku. Ketiga benda itu sama-sama membuat aku lebih pe-de dalam bergaul. Mungkin karena aku juga bisa memainkan biola dan drum, jadi gampang kenal sama orang. Soal boneka, ke sekolah dan les pun aku bawa boneka. Aku suka memainkan biola dengan nada-nada lembut dan keras. Lembut kayak boneka dan keras kayak tengkorak. Jadi semua itu seimbang dalam hidupku,” tuturnya. Walau dengan rendah hati mengaku belum terlalu mahir dalam bermain biola, namun pengakuan orang-orang atas eksistensi Inda adalah sebuah jawaban. Putri tunggal Yudiningsih dan Subiyantoro ini pernah mengisi biola dalam sebuah kolaborasi dengan kesenian jegog SMPN 4 Negara dalam sebuah pegelaran yang diselenggarakan BPRI Jembrana. Dari penampilannya dalam pagelaran itu, ia pun sering mendapat tawaran untuk pentas bersama. Ditanya kenapa memilih biola daripada alat musik lain, dara cantik kelahiran 23 April 1992 ini mengatakan ingin sedikit berbeda dari remaja sebayanya. ”Memang saat ini kebanyakan remaja memilih gitar, drum, organ atau piano. Tapi aku sudah kecantol dengan biola. Bermain biola juga tidak terlalu susah bagiku. Makanya aku lebih mantap dengan biola, karena aku ingin beda dari orang lain. Inilah diriku,” ujarnya dengan rasa percaya diri. Inda pun yakin bahwa suatu saat nanti kepopuleran biola akan sejajar dengan alat musik lainnya terutama di kalangan remaja di Jembrana. Tapi itu perlu banyak waktu dan keseriusan para remaja untuk mengenal alat musik tersebut. “Saya harap biola bisa merambah di tengah-tengah kesibukan para remaja Jembrana saat ini. Dan saya yakin pula, biola pastinya akan lebih disukai remaja jika mereka sudah mengenalnya lebih jauh, apalagi memainkannya dengan serius.” demikian dara yang kini bergabung dalam sanggar musik Melodya di Jembrana ini.Bali Bicara / Yuli Astari